Buat kalian warga Jakarta dan sekitarnya, suka heran gak sih, kok banyak mall di Jakarta banyak yang sepi?
Beberapa video tentang sepinya mall di Jakarta banyak yang sepi beredar di beberapa konten sosial media, salah satunya adalah youtube dan tikok.
Netizenpun heran dibuatnya, kenapa mall di jakarta banyak yang sepi. Padahal di Jakarta sendiri sekarang ini sudah tidak memberlakukan lagi protokol covid 19.
Tidak hanya itu, beberapa mall besar di Jakarta pun terlihat sangat sepi, bahkan nampak banyak ruko-ruko di mall tersebut yang tidak beroperasi.
Bukan hanya banyak terdapat ruko yang sepi, jika dilihat mall tersebut juga sepi pengunjung tiap harinya. Netizenpun dibuat heran dengan sepinya mall tersebut.
Usut punya usut, mall di jakarta banyak yang sepi diakibatkan dengan penurunan minat belanja offline serta persaingan bisnis di dunia e-commerce.
Apakah perkembangan e-commerce mempengaruhi sepinya mall?
Akhir-akhir ini memang perkembangan e-commerce tumbuh pesat. Pertumbuhan e-commerce melaju dengan pesat ketika terjadi bencana corona kemarin.
Dan ditambah adanya protokol kesehatan di sejumlah tempat seperti di mall-mall besar pun turut menyumbang angka sepinya peminat berbelanja.
Bayangkan, kalau mau pergi ke mall saja harus wajib mempunyai sertifikat vaksin 2 keatas. Hal ini yang membuat sepi mall waktu pada saat covid yang lalu.
Namun perbedaannya sekarang adalah sudah tidak mengalami pandemi covid kembali, tapi kanapa ya mall masih kunjung banyak yang sepi?
Kalau kita lihat salah satu mall di jakarta, contohnya BlokM Mall saat ini sudah sangat sepi. Bahkan pengunjungnya pun sangat sedikit yang berbelanja di sana.
Karena pandemi dan adanya protokol kesehatan tersebut lah yang membuat daya belanja online diminati, e-commerce tumbuh dengan pesat saat itu.
Namun sepinya Mall di jakarta saat ini bukan hanya diakibatkan oleh faktor tumbuh pesatnya e-commer di Indonesia, terdapat beberapa hal lain yang membawa dampak.
Apa penyebab mall di Jakarta banyak yang sepi?
Mungkin kah sepinya BlokM Mall dikarenakan dampak dari pesatnya pertumbuhan e-commerce, atau memang ada dampak lain seperti banyaknya jumlah mall di Jakarta?.
Jika kita lihat kilas balik sebelumnya, memang BlokM mall di Jakarta banyak yang berjualan pakaian bekas atau bahasa popularnya adalah thrifting.
Thrifting sendiri merupakan jual beli transaksi barang bekas layak pakai. Penjualan barang thrifting pernah mencapai puncak tertinggi pada masanya.
Namun pemerintah saat ini sudah melarang transaki jual dan beli barang thrifting. Hal ini digagas oleh pemerintah untuk mendukung UMKM lokal.
Bayangkan, jika thrifting masih dilegalkan sampai sekarang. Kita sebgai konsumen juga kasihan melihat UMKM lokal. Dampaknya bukan hanya itu saja tapi lebih besar.
Dampak yang diakibatkan dari penjualan baju thrifting diantara lain adalah, banyak produsen pakaian yang gulung tikar dikarenakan kalah persaingan dengan penjual thrifting.
Selain itu dampak dari penjulaan thrifting juga banyak proses impor baik yang legal maupun ilegal dari luar negri ke Indonesia. dan itu merugikan negara dari segi bea cukai atau pajak.
Sebagi konsumen pasti kamu juga akan mikir dua atau tiga kali jika ingin berbelanja pakaian. Dikarenakan harga pakaian thrifting dibandroll dengan sangat murah.
Murahnya harga thfiting dikarenakan pakaian bekas namun layak pakai. Sebagai konsumen tentu lebih memilih barang yang murah dan berkualitas.
Hanya dengan merogoh kocek kisaran harga 30 sampai 100 rebu saja kamu sudah dapat berbelanja pakaian, walau dalam kondisi yang bekas.
Dibandingkan kamu harus membeli produk produsen lokal yang dibandroll dengan harga 100 rebu keatas, tentu kamu pasti akan berpaling ke yang murah.
Tapi tergantung orangnya juga sih haha. Kalau sepertiku mungkin tidak mau beli barang bekas. Dikarenakan takut banyak terkena bakteri dan kuman yang berbahaya.
Bayangkan, punya impian baju bagus dengan berbelanja barang thrifting, eh keesokan harinya setelah pakai pakaian bekas orang itu malah timbul penyakit berbahaya.
Sudah sepantasnya memang pakaian thrifting tidak diperdagangkan dengan bebas. Karena di negara asalnya merupakan pakaian yang sudah dibuang.
Pembatasan dan pelarangan penjualan thrifting inilah yang juga menyumbang sepinya peminat konsumen berbelanja ke mall. Hal ini tentunya berpengaruh pada jumlah pengunjung.
Tercatat banyak toko-toko mall yang berjualan barang thrifting sebelumnya sudah gulung tikar saat ini dan alih profesi menjual barang lainnya.
Pertumbuhan social commerce di Indonesia bikin mall sepi?
Selain thrfiting, hal lain yang membuat sepinya mall di Jakrata adalah maraknya sosial commerce saat ini yang sedang naik daun dan banyak diminati konsumen.
Berbeda dengan e-commerce biasa, social commerce hadir dengan mekanisme dan teknis yang berbeda. Jika biasanya pembeli yang hadir ke penjual, kini penjual yang mendatangi pembeli.
Melalui social commerce memudahkan penjual menjangkau pembeli melalui aplikasi seperti tiktok. Dengan berbagai endorsment dari para selebritas pun turut meramaikan pasar social commerce ini.
Social commerce juga membawa dampak dan pengaruh yang sangat besar dalam dunia dan perkembangan bisnis di Indonesia ini.
Kehadiran social commerce sekakan menjadi sebuah game changer untuk bisnis commerce di tanah air. Kehadirannya membawa perubahan yang besar.
Bayangkan, jika dulu orang kalau berbelanja pasti melihat review dan jumlah penujualan pada toko di e-commerce masing-masing. Jika rating rendah maka daya tarik berkurang.
Melalui sistem social commerce inilah yang melampaui pengaruh dari nilai rating dan komentar. Walaupun barangnya jelak dan tidak berkualitas tetap bisa terjual.
Hal ini dikarenakan selain berjualan produk, social commerce dihadirkan dengan sosok selebritas dan selebram yang dapat memikat hati para fans untuk berbelanja produk tersebut.
Dari kesemua kesimpulan diatas, saya yakin mall-mall di Indonesia bisa sepi karena sudah tidak relevan lagi pada masa kini untuk berbelanja offline.
Tranformasi dunia digital mengubah semua aspek dan pandangan cara orang berbelanja masa kini, dari yang dulunya takut berbelanja online sampai apa-apa serba online.
Kini mall hanya dijadikan sebagai tempat rekreasi dan hiburan, bukan untuk tujuan utama yaitu berbelanja. Maka tak heran banyak mall mengadakan event tertentu untuk menarik pengunjung.
Saya rasa perlu ada sebuah inovasi besar untuk mall-mall di Jakarta agar tetap dapat menjaring banyak pengunjung pada situasi yang ada saat ini.
Tanpa adanya inovasi, maka dapat dipastikan, beberapa tahun mendatang akan ada banyak berita tutupnya mall di daerah Jakarta dan daerah lainnya.
Tentu hal ini tidaklah mudah untuk dihadapi olah para pelaku bisnis dan UMKM yang terlibat didalamnya. pertumbuhan e-commerce sudah berada pada puncaknya saat ini.
Kita pun tak heran banyak melihat iklan para pemilik toko yang menjual ruko-ruko mereka di Internet dan sosial media. Lokasi rukonya pun bahkan ada yang berada di tempat favorit di Jakarta.
Nah, menurut kalian, kira-kira faktor apa lagi yang dapat membuat mall di Jakarta banyak yang sepi?
Leave a Reply